MqZbMWR4NWZaMGNbNWtbLGNaNmMkyCYhADAsx6J=
MASIGNCLEANSIMPLE101

Pengolahan Kopi secara Wash Process




Proses pengolahan pasca-panen komoditas kopi sangat menentukan kualitas citarasa kopi bersangkutan. Hal yang perlu diperhatikan pada proses pemanenan adalah buah tersebut harus benar-benar matang yang ditandai dengan warna merah yang sudah merata dipermukaan buah. Namun terkadang disaat panen seringkali buah yang belum matang ikut terbawa. Ada dua mekanisme yang mendasari kejadian tersebut,
  • Panen dilakukan saat hujan atau setelah hujan, lapisan air dipermunkaan buah akan mengelirukan mata kita karena biasanya buah kopi yang belum begitu matang akan terlihat matang karena pantulan cahaya dari lapisan tipis yang menyelimuti buah.
  • Panen yang terburu-buru, biasanya selain menyebabkan kualitas panen rendah juga menyebabkan rusaknya bagian-bagian tanaman terutama tangkai buah tempat munculnya bunga dimusim berikutnya.
Pengolahan dengan metode wash dapat memunculkan potensi aroma kopi arabika dengan baik, malah dianggap metode terbaik untuk memunculkan masalah aroma. wash di Indonesia berkembang menjadi beberapa model berdasarkan media fermentasi dan cara fermentasi (ini kesimpulan kami pribadi, karena pusing membedakan metode-metode yang berkembang dan sulitnya literatur yang menyatakan dengan harga mati) :
  • Fermentasi dilakukan tanpa air, dikenal dengan konsep "kopi labu". Kopi setelah pulping dimasukkan kedalam tong fermentasi yang kedap udara (fermentasi oleh bakteri an-aerob). Sebagian kalangan menganggap metode ini lebih mengarah pada metode wash. Setelah fermentasi biji kopi dicuci bersih dan dikeringkan.
  • Fermentasi dilakukan didalam air, biji kopi setelah pulping dimasukan kedalam karung plastik kemudian dibenamkan kedalam kolam yang airnya bersih atau dibenamkan pada aliran sungai. Setelah fermentasi usai biji kopi dicuci bersih dan dikeringkan.
  • Fermentasi dilakukan dalam bak fermentasi dengan air mengalir. fermentasi seperti ini dianggap sebagai metode Full Wash. Biji kopi setelah pulping dihanyutkan kedalam bak fermentasi langsung dari pulper bersama aliran air. Setelah fermentasi selesai biji kopi dicuci bersih dan dikeringkan. Metode ini membutuhkan pasokan air yang sangat banyak.
Apapun model wash yang diterapkan, bila fermentasi dilakukan terlalu lama akan menyebabkan over fermentasi, sehingga kopi menjadi terlalu asam (acid) dan aroma berkurang. Banyak studi literatur menyatakan fermentasi pada proses wash/full wash dapat dilakukan 12-34 jam. Namun dari pengalaman penerapan yang kami lakukan di Gunung Talang rentang waktu yang menurut kami optimal sejauh ini yaitu 18-22 jam. Penelitian yang membahas hubungan lama fermentasi dengan acidity sampai postingan ini diluncurkan belum berhasil kami akses.

Secara berurutan proses wash yang kami terapkan adalah sebagai berikut:
  1. Penyortiran gelondongan (pemisahahan buah muda, buah menghitam dan kuning kehijauan)
  2. Perendaman, bertujuan untuk memisahkan buah terserang hama, biji hampa dan mencuci buah gelondongan sebelum pulping.
  3. Pulping
  4. Fermentasi, fermentasi yang kami lakukan biasanya menggunakan konsep kopi labu dengan lama fermentasi 16-18 jam. Namun beberapa kalangan ada yang meminta proses tertentu, mungkin karena pengalaman atau kepercayaan mereka untuk menonjolkan karater lain dari kopi.
  5. Pencucian kopi siap fermentasi. Pada saat pencucian juga dilakukan pemisahan biji hampa.
  6. Pengeringan. Pengeringan kami lakukan dibawah sinar matahari langsung. Sangat ditekankan pengeringn pasca pencucian berlangsung dengan baik hingga kopi kering-kering angin, karena bila biji kopi terlambat kering (masih basah) bisa menyebabkan proses fermentasi berlanjut (biang keladinya adalah bakteri aerob) biasanya ditandai dengan aroma kurang sedap dan warna gabah agak gelap.
  7. Setelah kadar air biji kopi mencapai 12% baru dihuller untuk memperoleh green bean yang inginkan.
Dari pengalaman kami, penerapan metode yang berbeda dari tiga metode wash akan menciptakan karakteristik rasa kopi yang berbeda disamping ketinggian areal perkebunan dari permunkaan laut. Dari eksplorasi yang dilakukan kawan-kawan, penerapan metode kopi labu lebih mengangkat body. Namun untuk menarik kesimpulan sebagai harga mati, diperlukan penelitian dengan yang lebih mendalam lagi. Susahnya di Negara kita sulit untuk melakukan hal demikian karena komunikasi yang kurang baik antara hilir dan hulu dunia kopi Indonesia. Karena kami masih terus mencari dan belajar, bila ada kawan-kawan yang mengetahui pengaruh pengolahan dengan rasa kopi diharapkan sedikit tambahan ilmunya ke kami komunitas petani kopi di Gunung talang Sumatera Barat.
(Alfadri)

Share This Article :
6024290035320829332